Selasa, 04 September 2012

Yaki, Kera Langka yang Masih Dikonsumsi


Foto: Yaki, Kera Langka yang Masih Dikonsumsi

Sulawesi bisa dikatakan sebagai pulau yang memiliki banyak satwa endemik, sebut saja burung Maleo (Macrocephalon maleo), Tarsius (Tarsius tarsier), Babi Rusa (Babyrousa celebensis), Anoa (Bubalus quarlesi), Kera Hitam Sulawesi (Macaca maura), dan Kera Hitam Berjambul Sulawesi (Macaca nigra).

Dari semua hewan endemik tersebut, Kera Hitam Berjambul Sulawesi atau oleh masyarakat sekitar disebut Yaki ini, oleh International Union for Conservation of Nature (IUCN) masuk pada kategori terancam punah (Critically Endangered).

Hutan Cagar Alam Tangkoko yang berada di Batu Putih, kecamatan Bitung utara, Kota Bitung, Sulawesi Utara, Menjadi salah satu habitat Yaki. 

Menurut Field Station Manager Macaca Nigra Project, Stephan Milyosky Lentey, ada sekitar 5000 ekor Yaki di tempat ini. "Mereka tersebar di hutan dan hidup berkelompok. Makanan utamanya adalah buah ara, kadang juga dedaunan muda dan serangga," kata Stephan.

Tim Ekspedisi Cincin Api Kompas sempat mengabadikan tingkah laku Yaki saat berkunjung ke hutan Tangkoko. Karena berdekatan dengan pemukiman penduduk, Yaki di hutan ini lebih berani berada dekat manusia, mereka bahkan penasaran dengan kamera yang dibawa oleh salah satu anggota tim, Eddy Hasby.

Ada sekitar 50-60 ekor Yaki yang tim temukan. Beberapa dari mereka menggendong anaknya dan yang lain bermain-main di atas pohon. Seakan tidak takut, mereka semakin mendekati tim dan bercermin di lensa kamera. 

Mungkin karena terkejut melihat bayangannya sendiri, seekor Yaki menunjukkan taringnya dan menggertak ke arah kamera.

"Mungkin mereka terlihat jinak dan bersahabat, namun butuh diingat jika mereka adalah hewan liar, dan ketika bermain dengan sesamanya tidak jarang mereka saling menggigit, jadi tetap harus hati-hati," kata Stephan.

Stephan mengakui habitat Yaki di Cagar Alam Tangkoko, belum menjamin keselamatan primata yang memiliki jambul tersebut. Karena area hutan yang luas mengakibatkan minimnya pengawasan akan keberadaan Yaki di dalam hutan.

"Jika kita melihat bahwa Yaki di sekitar Batu Putih ini masih cukup banyak, selain itu mereka bisa diawasi oleh polisi hutan sehingga perburuan Yaki bisa dicegah. Namun di hutan yang luasnya beribu-ribu hektar ini, maka semakin ke dalam, Yaki semakin tidak terawasi, dan pernah ditemukan banyak sekali jerat yang dipasang untuk menangkap Yaki. Biasanya permintaan akan daging Yaki akan banyak ketika ada pesta pernikahan atau perayaan besar lainnya," kata Stephan.

Padahal menurut Stephan, kembang biak Yaki cukup lambat. Betina akan mengandung selama enam bulan, jadi dalam setahun rata-rata seekor Yaki betina akan melahirkan satu anak. Jika praktek perburuan Yaki terus berlangsung, bukan tidak mungkin dalam waktu 20 tahun ke depan Yaki akan punah.

Tidak mengherankan jika IUCN memasukan Yaki dalam daftar terancam punah (Critically Endangered).

©[FHI/Kompas]

©Pic: WWF

Follow us: @forum_hijau

0 komentar:

Posting Komentar